Asal Kata Allah Dalam Alkitab

Bahasa Ibrani Dalam Pengertian Allah


asal-kata-allah-dalam-alkitab


Asal kata Allah dalam Alkitab terambil dari bahasa Ibrani yang terdiri dari empat huruf yakni YHWH pada saat Allah menyatakan diriNya adalah TUHAN kepada Musa pada masa - masa bangsa Israel ditindas di tanah perbudakan di Mesir.

Dalam bahasa Ibrani ada banyak istilah -istilah dalam penggunaan kata yang mengandung arti Allah ada di dalamnya seperti awalan Al, El, Elohim, Adonai dan Yehovah


1.Al, El, Elohim


Sebutan el berakar pada suatu kata yang berarti kekuatan atau tenaga. Dengan arti ini el digunakan dalam kitab surat Perjanjian Lama, selain digunakan untuk Allah, el juga dipakai dalam hal manusia yang didewakan, dan secara abstrak digunakan untuk benda yang dikhususkan. Apabila mengacu kepada Allah, maka kata itu sering dirangkai dengan julukan seperti ' Yang Maha Kuasa', misalnya el-shaddai, Allah Yang Maha Kuasa, atau Maha Sempurna. Kata elohi terkadang dipakai sebagai sisa politisme, yang lain melihatnya sebagai tanda yang mengacu kepada Trinitas atau Tritunggal. Tapi lebih mungkin ialah contoh penggunaan yang lazim dalam bahasa Ibrani, dimana penggunaan bentuk jamak yang dimaksudkan untuk mengintensifkan atau memperluas gagasan yang dikemukakan dalam bentuk tunggal. Dengan demikian elohim mengarahkan perhatian kepada kepenuhan Allah yang tak kunjung habis, kepada kelimpahan hidup bersama dengan Allah. 


2. Yahweh atau Yehovah


Nama ini sering ditulis dengan JHWH atau JHVH atau Jehovah, seperti misalnya Jehovah Jireh atau Allah yang mencukupi. diterjemahkan 'TUHAN dalam Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia atau LAI. Yahweh adalah Allah, sama halnya dengan kata Elohim yang adalah nama umum bagi Allah. Jadi pada khususnya Yahweh adalah nama dari Allah yang hidup yang dinyatakan oleh Alkitab. Asal mulanya berawal pada masa penciptaan dalam Kejadian 1. Meskipun  berasal dari kata dasar yhwh atau yhvh, yang mengandung pengertian 'eksistensi yang mandiri dan tidak ber asal muasal', ketika pertama kalinya dinyatakan kepada Musa dari nyala api yang keluar dari semak duri (Keluaran 3:11-15), api yang berasal dari diriNya sendiri dan bukan dari sekelilingnya yanga adalah sebagai pertanda dari eksistensi yang mandiri. Penyingkapan Allah tentang arti nama 'AKU ADALAH AKU', atau mungkin lebih tepat ' AKU AKAN ADA  YANG AKAN ADA', mengumumkan kesetiaan Allah dan Allah yang tidak pernah berubah. Ia tetap sama, kemarin, hari ini dan selama-lamanya. Sementara Keluaran 6:3 nampaknya mengemukakan bahwa nama Yahweh belum dikenal sebelumnya, sedangkan dalam Kejadian 12:1-3,  Kejadian 15:7, Kejadian 28:13 sudah diperkenalkan, maka Keluaran 6:1-12 mengartikan bahwa Nama Allah itu belum dinyatakan sebelumnya dalam pengertian yang sebenarnya  dengan arti yang lebih spesifik seperti yang tertulis dalam ayat 1 dan 2 demikian Firman TUHAN:

Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: "Akulah TUHAN. Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri (Keluaran 6:12 )

Perlu kita pahami bahwa dalam pernyataan Yahweh dengan menyatakan diriNya bukan sebagai Allah yang baru atau Allah yang asing. Sesungguhnya tidak ada yang baru, Allah yang dikenal Abraham, Ishak dan Yakub adalah Allah yang sama, tidak ada yang lain kecuali Yahweh, Allah nenek moyangmu (Keluaran 3:16)



3. Adonay


Ini juga bentuk jamak, mengacu kepada Allah sebagai penuh kehidupan dan kuasa. Artinya ' TUHAN ', atau dalam bentuknya yang lebih diperkuat, 'TUHAN dari segala tuhan ”, dan "TUHAN Semesta Alam ”, yang menunjukkan Allah sebagai Pemerintah yang kepada-Nya segala sesuatu tunduk dan kepada-Nya manusia berperan sebagai hamba (Kejadian 18:27). Sebutan ini paling disukai oleh para penulis Yahudi di kemudian hari, dan nama itulah yang diambil untuk mewakili nama suci YHWH. 

Anggapan bahwa pemakaian nama - nama ini menunjukkan adanya perbedaan antara Allah yang lebih tinggi dan yang lebih rendah dalam pemikiran penulis - penulis Perjanjian Lama, tidak cocok dengan fakta - fakta, dan apabila hal itu dijadikan patokan bagi penentuan sumber - sumber maka akan menyebabkan kekacauan belaka. Memang penulis - penulis Perjanjian Lama menekankan aspek - aspek yang berbeda tentang sifat Allah, tapi hal ini tidak mendukung pandangan revolusioner tentang agama Israel yang berkembang dari polidemonisme sampai kepada monoteisme. Kecenderungan umum yang berlaku di Israel ialah arah yang sebaliknya, yaitu mundur dari monoteisme murni dan menerima pengaruh politeisme dari bangsa - bangsa di sekitarnya. Walaupun terdapat perkembangan sejarah tentang penyataan diri Allah kepada Israel, sifat dasar dan tabiat-Nya tetap tidak pernah berubah selama-lamanya. 

Allah yang dinyatakan oleh Kitab Suci adalah Allah Yang Hidup, Sebagai Pribadi yang dengan sendirinya ada dan tidak dijadikan, sadar akan diriNya, Pencipta alam semesta, Sumber kehidupan dan sumber berkat. Kehidupan-Nya, sifat-Nya dan kehendak-Nya adalah tema - tema pokok yang menjiwai pemikiran - pemikiran para penulis Alkitab. 

Adalah benar bahwa Alkitab tidak pernah membicarakan keberadaan Allah terlepas dari sifat - sifat-Nya, karena Allah adalah apa yang Ia sendiri telah nyatakan tentang diriNya. Tapi adalah mungkin untuk memikirkan keberadaan Allah dalam hubungan dengan keberadaan kita manusia, atau dari segi kesamaan maupun kebalikannya, sekalipun hakikatnya tetap tak dapat dipahami. Dapat dikatakan bahwa Allah adalah Roh, Roh Sejati, berPribadi dan tidak terbatas. 

Menurut penyataan Kristus kepada wanita Samaria, Allah adalah Roh (Yohanes 4:24), dan kita harus memahami Dia sebagai Roh Sejati, dengan pengertian bahwa Ia bukanlah kumpulan atau terdiri dari bagian - bagian, melainkan tanpa tubuh atau wujud jasmaniah, dan justru tak dapat dilihat dengan indra jasmaniah (Yohanes 1:18). 

Alkitab juga jelas menyatakan bahwa Allah adalah Roh, berpribadi, rasional, sadar akan diriNya, mengambil keputusan dari diriNya, dan pelaku moral yang piawai. Allah adalah Akal yang tertinggi, dan sumber dari segala rasionalitas yang ada dalam seluruh ciptaan-Nya. 

Allah adalah Roh yang Maha Kuasa, tanpa ikatan dan batasan apapun atas keberadaan-Nya atau atas salah satu sifatNya, dan setiap aspek dan unsur dari kodrat-Nya tidak terbatas. Terkait dengan waktu, ketanpa-batasan-Nya disebut kekekalan. Terkait dengan ruang atau tempat Ia disebut omnipresen (hadir di mana-mana). Terkait dengan semesta alam Ia dinyatakan baik transenden maupun immanen. Yang dimaksud dengan Allah yang transenden ialah, keterlepasanNya dari seluruh ciptaan-Nya sebagai Pribadi yang berdaulat dan bebas bertindak sendiri dan yang 'ada hadir' sendirinya. Ia tidak dikungkung oleh alam, tanpa batas Ia diagungkan dan ditinggikan oleh semua ciptaan-Nya.

Bahkan bagian - bagian Alkitab yang secara khas menyingkap manifestasi-Nya yang temporal dan lokal yang menekankan keagungan-Nya dan keMahaKuasaan-Nya (omnipoten) sebagai Pribadi luar dunia, Pencipta dan Hakim Yang MahaKuasa (baca surat Yesaya 40:12-17). 

Yang dimaksud dengan Allah yang immanen ialah kehadiran dan kuasa-Nya yang senantiasa berlaku dalam ciptaan-Nya. Ia tidak berdiri jauh dari dunia, tidak masa bodoh dan berpangku tangan menonton dari jauh hasil karya ciptaan-Nya, Ia merasuki segala sesuatu yang secara alami dan yang tidak alami atau supranatural, bertindak dari dalam ke luar, dari titik pusat setiap atom dan dari sumber paling dalam pikiran dan kehidupan dan perasaan, yaitu suatu rangkaian bersinambungan, dari sebab dan akibat. Dalam kitab Yesaya 57:15 terdapat ungkapan tentang Allah yang transenden sebagai ' Yang Mahatinggi dan Yang MahaMulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang MahaKudus NamaNya', dan tentang Dia yang immanen sebagai yang juga bersama - sama orang yang remuk hatinya dan orang yang memiliki kerendahan hati. 

Sesungguhnya, Yahweh adalah satu - satunya nama Allah meskipun jarang diucapkan di dalam suatu ibadah maupun di dalam kehidupan sehari - hari. Dalam Kitab Kejadian di mana saja perkataan syem ('nama') dihubungkan dengan Allah, nama tersebut adalah Yahweh. Ketika Abraham atau Ishak mendirikan mezbah bagi TUHAN, ia memanggil nama Yahweh (Kejadian 12:8, Kejadian 13:4, Kejadian 26:25). 

Secara khusus Yahweh adalah Allah para Bapak leluhur Israel, justru berulang - ulang ungkapan 'Yahweh Allah (Elohim) Abraham' dan kemudian Ishak dan akhirnya "Yahweh, Allah Abraham, dan Allah Ishak, dan Allah Yakub', dan mengenai hal tersebut Elohim berkata, 'itulah nama-Ku untuk selama-lamanya' (Keluaran 3:15). Karena itu, Yahweh — berbeda dari Elohim — adalah kata benda nama diri, nama diri Oknum meskipun Oknum tersebut adalah Allah. Dalam hal ini menunjukkan Allah sebagai Oknum, dan dengan demikian mempertemukan Allah dengan tokoh-tokoh manusia dalam suatu hubungan, membawa Allah dekat kepada manusia, dan Ia berbicara kepada para Bapak leluhur sebagai teman terhadap yang lain. 

Penyelidikan atas kata 'nama” dalam kitab Perjanjian Lama menunjukkan betapa besarnya arti kata tersebut dalam bahasa Ibrani. Nama bukan hanya sekedar nama, namun di dalamnya terkandung arti kepribadian yang sesungguhnya dari si penyandang nama itu. Nama bisa berasal dari keadaan lingkungan pada waktu ia lahir (Kejadian 5:29), atau mencerminkan karakter seseorang (Kejadian 27:36), dan pada waktu seseorang membubuhkan 'nama'-nya pada suatu benda atau kepada orang lain, maka nama yang lain tersebut biasanya akan berada di bawah pengaruh dan perlindungannya. 


4. Yahweh Elohim 

Kedua kata ini digabungkan dalam cerita dalam surat Kejadian 2:4 sampai pada surat Kejadian 3, meskipun 'Elohim' saja yang digunakan dalam percakapan antara Hawa dan ular. Jika cerita mengenai Eden berhubungan dengan aslinya dalam bahasa Sumer, maka kemungkinan cerita itu telah dibawa oleh Abraham dari Ur, dan dengan demikian ada kemungkinan untuk menerangkan pemakaian nama ini dalam kedua pasal tadi, yang berbeda dengan pasal - pasal sekitarnya. 


 Relevansi Antara El, Elohim, dan Yahweh


Kini dapatlah dipertimbangkan apakah ketiga kata ini sama atau berbeda dalam pemakaiannya. Kendati kadang -kadang salah satu dari ketiga kata ini digunakan untuk Allah, ketiganya benar-benar tidaklah sama, bahkan dapat dipertukarkan. Dalam cerita Kejadian 14, yang dianggap sebagai cerita yang memberikan gambaran yang benar tentang situasi pada awal milenium kedua sebelum Masehi, disajikan peristiwa pertemuan Abraham dengan Melkisedek, seorang imam 'el 'elyon, 'Allah Yang MahaTinggi'. Di sini kita lihat ' nama” atau gelar Melkisedek yang mengacu kepada Allah yang ia sembah. Akan nyata jelas suatu kekeliruan bila el 'elyon diganti baik dengan Elohim atau 'Yahweh' (Kejadian 14:18). Melkisedek memberkati Abraham dalam nama 'el 'elyon, "Pencipta langit dan bumi', di mana ia menunjuk 'el “elyon sebagai Allah Yang MahaTinggi.

Raja Sodom memberikan harta benda kepada Abraham, yang dia tolak sambil mengangkat tangannya kepada Yahweh, dengan mengatakan"el “elyon, "Pencipta langit dan bumi' (Kejadian 14:22). Yang ia maksudkan adalah bahwa Abraham juga menyembah Allah Yang MahaTinggi, Allah yang sama (karena hanya ada satu Allah), tapi ia mengenal-Nya dengan penyebutan nama 'Yahweh'. 

Menurut Kejadian 27:20 Yakub menipu ayahnya dengan kata - kata, 'Karena Yahweh Allah-mu (Elohim) membuat aku mencapai tujuanku'. Untuk mempertukarkan ' Yahweh' dan 'Elohim' di sini tidaklah mungkin. Yahweh adalah nama yang dengannya ayahnya menyembah Allah (Elohim) Yang AllahTinggi. 


Pernyataan Allah Kepada Musa


Pernyataan Allah kepada Musa di belukar atau semak - semak yang menyala - nyala adalah salah satu peristiwa yang paling khas mencolok dan paling meyakinkan dalam Alkitab. Sesudah kata - kata pembukaan, Allah memperkenalkan diriNya demikian, 'Aku-lah Allah (Elohim) ayahmu' (Keluaran 3:6). Hal ini serta merta menyatakan bahwa Musa pasti mengetahui nama dari Allah ayahnya. Ketika Allah menyatakan maksud-Nya untuk melepaskan Israel melalui tangan Musa, Musa menunjukkan keseganan dan berdalih. 

Musa bertanya apakah yang harus kujawab kepada mereka?” (Keluaran 3:13). Cara biasa menanyakan nama seseorang ialah memakai kata ganti mi, memakai mah memerlukan jawaban yg lebih jauh, dan memberikan arti ('apa?' ) atau hakekat dari nama tersebut. 

Hal ini membantu untuk menjelaskan jawaban yg diberikan, 'Aku ADALAH Aku' ('ehyeh 'asyer 'ehyeh), dan Allah berkata, "Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: Aulah Aku telah mengutus aku kepadamu (Keluaran 3:14). Dengan penyataan ini tidak akan timbul pikiran dalam benak Musa bahwa Allah mengumumkan suatu nama baru, dan ungkapan ini tidak menyebut suatu 'nama', inilah arti pokok dan asasi dari nama yang Musa kenal. Di sini kita mendapati permainan kata: ' Yahweh' diartikan dari kata 'ehyeh'.menerjemahkan kata ini dengan ' Aku akan ada seperti Aku ada”, dan menjelaskannya sebagai janji tentang kuasa Allah dan kehadiran-Nya yang terus - menerus bersama mereka dalam proses pembebasan dari tanah perbudakan. Bahwa arti kata - kata tersebut adalah demikian, yang terjemahannya kedengarannya mengandung teka - teki, diperlihatkan dalam ayat berikut yang berbunyi, Yahweh, Allah nenek moyangmu, 

“Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya (Keluaran 5). Isi lengkap dari nama itulah yang pertama diberikan nama itu sendiri menyusul kemudian. 


SIFAT - SIFAT ALLAH


Jika Allah adalah Pribadi, maka sebagai pelaku moral Ia memiliki tabiat. Jadi kita dapat berbicara tentang sifat - sifat yang dapat dihubungkan dengan tabiat Allah. Sekalipun tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan keadaan Allah, namun sifat - sifat yang sedemikian banyak dikemukakan dalam Alkitab memberikan penjelasan yang memadai tentang transendensi dan immanensi-Nya. Tapi haruslah diingat bahwa sifat - sifat Allah adalah tercakup dalam keberadaan-Nya, justru sifat - sifatNya itu adalah koeksistensif dengan kodrat-Nya. 

Di dalam Allah sifat - sifat dan keberadaanNya adalah satu. Di dalam manusia tidak demikian halnya. Sifat - sifat manusia, yang karena dia adalah makhluk yang sangat terbatas. Di dalam manusia ada perbedaan antara keberadaan, kehidupan, pengetahuan dan kemauan. Yang sangat kita harapkan ialah keempat hal tersebut dapat berimbang. Dalam ihwal Allah, sifat - sifat-Nya tetap berdaya rasuk dan masing - masing tidak terhingga dan tanpa batas. Sebagai contoh, tak dapat dikatakan bahwa Allah adalah sebagian kasih dan sebagian adil karena seantero diriNya adalah kasih dan sekaligus seantero diriNya adalah adil. Setiap sifat Allah pada diriNya adalah Allah sendiri, dan Allah diekspresikan sepenuhnya dalam setiap sifat-Nya itu. Allah bukanlah Allah tanpa segenap sifatNya. 

Adalah tepat membagi sifat - sifat Allah dalam dua jenis. Pertama, sifat - sifat yang dapat dikomunikasikan atau diberikan atau diteruskan, dan yang kedua, sifat - sifat yang tidak dapat dikomunikasikan (kadang-kadang disebut sebagai yang berkaitan dan tidak memiliki kaitan). Sifat - sifat yang dapat dikomunikasikan (dalam batas tertentu) kepada makhluk ciptaanNya yang berakal dan berbudi pekerti, antara lain ialah: kebijaksanaan, kebaikan, kebenaran, keadilan, kasih, yakni sifat - sifat yang menyatakan immanensi Allah. Sifat - sifat yang tidak dapat dikomunikasikan atau diteruskan adalah kesempurnaan Allah yang tidak memiliki kesamaan dalam diri manusia siapapun, seperti Allah tidak diciptakan, Allah tidak berubah, Allah Maha Tahu, Allah Yang Kekal.

Dikatakan Allah tidak diciptakan karena memang Allah memiliki keberadaanNya sendiri di TahtaNya di Kerajaan Sorga, berbeda dengan semua makhluk ciptaanNya yang sangat terbatas. Allah tidak menggantungkan keAllahanNya dengan segala keberadaannya kepada yang ada di luar diriNya sendiri.

Dikatakan Allah yang tidak berubah Karen Allah tidak memiliki perubahan apapun dalam diriNya, dalam kesempurnaanNya dengan segala maksud dan tujuan Allah.

Dikatakan Allah yang kekal karena Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, tanpa awal dan tanpa akhir serta tanpa pergantian waktu.
Mengenal hal ini akan semakin mudah dimengerti dengan mengingat bahwa waktu tidak ada baik di dan oleh dirinya sendiri, melainkan hanyalah merupakan iringan dari kejadian.
Dalam Allah tidak ada kata waktu, tidak ada kata menjadi.
Allah adalah Bapa yang kekal yang menyatakan 'AKU ada' sekaligus menyatakan kekinianNya adalah kekal selama - lamanya.

Dikatakan Allah Maha Tahu karena sifat keMahaTahuan Allah dan kehadiranNya di mana - mana, ialah bahwa Ia berada di atas batas - batas tempat dan ruang. Pengetahuan Allah adalah bagian dari sifatNya dan tidak perlu dipelajariNya, berbeda dari hal setiap manusia. Justru pengetahuanNya adalah mutlak lengkap dan mutlak sempurna, dan mencakup waktu lampau, waktu sekarang dan waktu yang akan datang. KeMahaTahuanNya menyertai kehadiran-Nya di mana saja, sebab pengetahuan Allah meliputi kehadiran Allah di segala tempat dan ruang dan pada segala waktu. Bukan berarti bahwa Allah berada dimana - mana, melainkan di mana-mana itulah Dia dan ada pada Dia. Lagipula, Ia utuh seluruhnya, bukan sebagian Dia saja, hadir di mana - mana. 

Dikatakan Allah Maha Kuasa karena di dalam sifat keMahaKuasaan Allah, ialah sesuatu yang sangat berbeda dari kuasa yang ada pada manusia. Pada manusia kuasa adalah usaha kemauan yang memanfaatkan atau menggunakan kuasa yang telah tersedia ada sebelumnya, pada Allah kemahakuasaan adalah sifat yang memiliki daya cipta, suatu 'daya kemampuan' menciptakan segenap karya ciptaan yang ada dari yang tiada. Dalam Allah semua kuasa adalah kreatif. 

Kekudusan dapat disebut sebagai sifat Allah yang paling khas, kemilau dari segala keberadaan-Nya. Dan kekudusanNya-lah yang paling khas memisahkan Dia dari segenap ciptaanNya karena hanya Dia yang kudus, dan itulah pula yang membuat Dia tidak terhampiri dalam segala kesempurnaanNya, Kekudusan-Nya itulah semarak dan kemegahan intelektual dan moralNya, kemurnian etis yang olehNya Ia menyukai kebaikan dan membenci yang jahat.


Belum ada Komentar untuk "Asal Kata Allah Dalam Alkitab "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel